Sejarah Mata Uang Indonesia Dari Masa Ke Masa

Siapa yang tahu sejarah mata uang Indonesia? Rupiah Indonesia yang kita gunakan saat ini telah mengalami berbagai perubahan, lho! Padahal, setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, kita tidak langsung menggunakan rupiah.

Nama baru, Rupiah, muncul beberapa tahun setelah pengumuman. Nah sekarang tentunya anda bertanya-tanya mata uang apa yang digunakan oleh nusantara saat masih berbentuk kerajaan, bahkan rupiah. Berikut sejarah lengkap mata uang Indonesia dari masa ke masa agar Anda bisa mengenalnya. Lihat ini!

 

Mata Uang Nusantara pada Zaman Kerajaan

Sebelum kemerdekaan, Indonesia masih dikenal sebagai Nusantara dan menjadi pusat banyak kerajaan. Seperti Kerajaan Tiga Buddha Qi, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataran Lama dan lain sebagainya. Saat itu, jual beli dengan uang adalah hal yang biasa. Namun, mata uang yang beredar saat itu bukanlah uang kertas, melainkan logam. Bahan dasar koin ini biasanya emas atau perak.

 

Masa Kerajaan Hindu-Buddha

Pada masa ini, setiap kerajaan biasanya memiliki mata uangnya masing-masing. Pada awal abad ke-12, Kerajaan Jenggala mencetak koin emas dan perak yang disebut Krisnala (uang kuda). Sementara itu, pada abad ke-9, Kerajaan Buton menggunakan mata uang Campuan. Koin Gobog yang terbuat dari tembaga digunakan di kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 hingga ke-16. Uang jenis ini juga banyak digunakan sebagai benda keramat, lho.

 

Masa Kerajaan Islam

Ketika Islam mulai berkembang di Nusantara, muncul pula mata uang dari kerajaan-kerajaan Islam seperti Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Aceh, Kerajaan Jambi, dll. Mata uang yang dikeluarkan oleh kerajaan Islam umum ditulis dalam bahasa Arab. Misalnya, koin kerajaan Jambi memiliki tulisan Arab “Sanat 1256” di bagian belakang dan “Cholafat al Mukmin” di bagian depan.

Juga di kerajaan Samudra Pasai, digunakan mata uang dirham yang terbuat dari emas. Koin tersebut berbentuk seperti koin yang bertuliskan nama sultan dan gelar Malik Az-Zahrir atau Malik At-Tahir.

 

Mata Uang Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda

Setelah Belanda datang ke Nusantara dan menjajah kerajaan-kerajaan, mereka berusaha mengganti semua mata uang asing yang beredar di sana. Pemerintah Hindia Belanda (wilayah Indonesia sebelum kemerdekaan) mendirikan Bank Jawa (DJB) pada tahun 1828, bank Jawa yang menjadi Bank Indonesia saat ini.

Saat itu, De Javasche Bank mengeluarkan mata uang Sen dan Gulden. Kedua mata uang ini digunakan secara eksklusif di Hindia Belanda.

 

Mata Uang Indonesia pada Masa Penjajahan Jepang

Setelah kedatangan penjajah Jepang pada tahun 1942, mata uang asli Belanda akhirnya ditarik dari peredaran. Jepang mengambil kembali semua uang kertas yang dikeluarkan oleh Belanda dan menggantinya dengan mata uang nasional yang dikeluarkan oleh Nampo Development Ginkgo Bank. Perbedaan yang paling mencolok adalah perubahan dari tulisan De Javasche Bank (Belanda) menjadi tulisan De Japansche Regeering (Jepang).

Nah lho, untuk merebut hati rakyat Indonesia, menjelang akhir pendudukan Jepang, Jepang akan mengeluarkan mata uang baru dalam bahasa Indonesia. Mata uangnya adalah Rupee India Timur Belanda.

 

Mata Uang Indonesia pada Masa Awal Kemerdekaan

Kedatangan NICA

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, situasi keuangan Indonesia memburuk secara signifikan. Semua mata uang baru yang beredar diperdagangkan secara luas, termasuk yang dikeluarkan oleh Hindia Belanda dan yang dikeluarkan oleh Jepang. Saat itu, Indonesia memiliki 4 legal tender, antara lain:

De Javasche Bank

De Japansche Regeering

Dai Nippon emisi

Dai Nippon Teikoku Seibu

Hal ini diperparah dengan kedatangan pasukan sekutu yang dikenal dengan NICA (Netherlands Indies Civil Administration). NICA menarik semua mata uang dari peredaran di Indonesia dan menggantinya dengan “NICA Gulden” atau mata uang NICA.

Para prajurit saat itu menolak uang NICA karena memiliki Ratu Wilhelmina, tentara kerajaan dan Belanda. Ketika uang itu masuk ke Jawa, Bung Karno menyatakan uang NICA ilegal.

 

Oeang Republik Indonesia (ORI)

Indonesia yang baru saja memproklamirkan kemerdekaannya, langsung mulai menciptakan mata uangnya sendiri. Namun sayangnya, hal ini dibatasi oleh sumber daya yang tersedia untuk memproduksi dan mencetak mata uang tersebut.

Setelah melalui perjuangan yang gigih, akhirnya pemerintah Indonesia berhasil mencetak dan mengeluarkan mata uangnya sendiri pada tanggal 3 Oktober 1946. Mata uang ini disebut ORI atau Oeang Republik Indonesia. ORI adalah mata uang rupiah Indonesia pertama yang diterbitkan.

Semua uang kertas terbitan Jepang harus ditukar dengan ORI. Standar nilai tukar ORI ditetapkan sebesar 1 ORI = 50 East Indian Rupee. Pemerintah juga menetapkan 1 ORI setara dengan 0,5 gram emas. Namun, ORI mulai mengalami masalah keuangan sehingga menyebabkan inflasi tidak terkendali. Pada bulan Maret 1947, tarif ORI turun dari 5 menjadi 0,3 nica-gulden.

Sebenarnya ada beberapa penyebab turunnya ORI. Di antaranya adalah agresi militer Belanda yang menciutkan wilayah NKRI, pemerintah Belanda yang memalsukan ORI untuk menurunkan nilainya akibat inflasi, dan NICA yang rutin meneror orang-orang Indonesia yang memegang atau menggunakan ORI.

Oleh karena itu, sulit bagi pemerintah Indonesia untuk menyatukan Indonesia menjadi satu kesatuan mata uang. Oleh karena itu, pada tahun 1947, pemerintah memberdayakan pemerintah daerah untuk menerbitkan mata uang lokal, ORI Daerah (ORIDA), yang dirancang untuk mengimbangi mata uang NICA.

 

Kemunculan Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA)

ORIDA hanya berlaku sementara di wilayah masing-masing. Antara tahun 1947 dan 1950, ORI-Region atau ORIDA diterbitkan di beberapa provinsi antara lain Sumatera, Banten, Tabanuri dan Banda Aceh.

 

Kemunculan ORIDA di Sumatra

Promotor pertama yang muncul dari ORIDA adalah Tunku Muhammad Hassan, Gubernur Sumatera. ORIDA di Sumatera kemudian dikenal dengan nama Oeang Republik Indonesia Sumatera (ORIPS). Nilainya setara dengan 1 ORI. Selain itu, ORIDA lainnya telah bermunculan di wilayah Sumatera yaitu ORITA-Tapanuli, ORIPSU-Sumatera Utara, ORIBA-Banda Aceh, ORIN-Kabupaten Nias dan ORIAB-Kabupaten Labuhan Batu.

 

Kemunculan ORIDA di Jawa

Pada tanggal 11 Agustus 1948, ORIDA Pulau Jawa pertama kali diterbitkan di Banten, Oeang Republik Indonesia Banten Region (ORIDAB). Uang itu ditandatangani dalam bahasa Arab oleh seorang ulama sekaligus pahlawan nasionalis, Achmad Chatib. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, ORIDA juga diterbitkan dalam bentuk tanda terima yang ditandatangani oleh Sultan Harmon Kubwono IX.

Peredaran berbagai mata uang dan bentuk ORIDA membantu Indonesia menangani mata uang NICA yang beredar di setiap daerah. Penggunaan mata uang ORI dan ORIDA berakhir dengan hasil rapat meja bundar (KMB) yang menyepakati pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada tanggal 1 Mei 1950, pemerintah RIS menarik kembali ORI dan ORIDA dari peredaran dan menggantinya dengan mata uang RIS.

 

Uang Republik Indonesia Serikat (RIS)

Mata Uang RIS, juga dikenal sebagai “Mata Uang Federal” atau “Mata Uang DJB”, dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 1950. Koin RIS ini menampilkan gambar Sukarno, Presiden RIS, dan ditandatangani oleh Menteri Keuangan, MR. Sjafruddin Prawiranegara. Saat itu, mata uang RIS digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Indonesia Bersatu.

Penerbitan mata uang RIS bertujuan untuk menghilangkan berbagai jenis mata uang dengan nilai tukar yang berbeda. Selain itu, Sjarifuddin juga memprakarsai kebijakan moneter yang dikenal sebagai “gunting Sjafruddin”, di mana uang kertas Jawa kuno dan mata uang Hindia Belanda dipotong untuk menekan inflasi.

Dengan beredarnya mata uang RIS, kekacauan peredaran mata uang di Indonesia sudah berakhir. Namun, pemerintah Indonesia tidak memiliki kendali penuh atas peredaran mata uang tersebut karena masih dipegang oleh De Java Bank (DJB). Pada Agustus 1950, pemerintah Republik Indonesia mengumumkan pembubaran RIS, dan Indonesia memulihkan bentuk negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, penggunaan mata uang RIS tidak berlaku lagi.

 

Kelahiran Bank Indonesia

Tanggal 1 Juli 1953 diperingati sebagai hari lahir Bank Indonesia. De Javasche Bank digantikan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Ada dua mata uang rupiah yang sah dilelang yaitu mata uang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Keuangan) dan mata uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Pemerintah Indonesia menerbitkan uang kertas dan uang logam pecahan di bawah 5 rupiah, sedangkan Bank Indonesia menerbitkan uang kertas dan uang logam pecahan di atas 5 rupiah. Namun, berdasarkan UU 13/1968, Bank Indonesia menjadi satu-satunya pemegang hak mengeluarkan uang.

Uang kertas rupiah dan uang logam juga mengalami perkembangan dari segi tampilan dan ukurannya. Pada tahun 2022, pemerintah dan Bank Indonesia juga akan memperbarui rupiah dengan desain dan ukuran yang berbeda. Uang kertas tersebut adalah uang kertas Rupiah Indonesia (TE) yang diterbitkan pada tahun 2022.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur sed do elit